Marilah
kita senantisa berupaya sekuat tenaga untuk meningkatkan ketakwaan
kepada Allah SWT. Takwa dalam makna yang luas, dengan berusaha
menjalankan apa yang telah dituntunkan agama dan senantiasa meninggalkan
apa yang menjadi larangan-larangan Allah. Berupaya selalu meningkatkan
kualitas keimanan dengan meningkatkan kualitas ibadah yang ada, serta
berupaya pula menjalankan ibadah-ibadah sunnah yang dicontohkan baginda
Rosulullah saw.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِب [الطلاق: 2، 3]
”Barang
siapa yang bertakwa kepada Allah, Allah akan membuka jalan keluar bagi
segala urusannya. Dan memberikan rezeki kepadanya dari arah yang tiada
ia sangkah.” ( Al-Tholaq : 2-3 )
Rosulullah saw bersabda dalam sebuah hadist Qudsi :
وَمَنْ
تَقَرَّبَ مِنِّى شِبْرًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ ذِرَاعًا وَمَنْ تَقَرَّبَ
مِنِّى ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ بَاعًا وَمَنْ أَتَانِى يَمْشِى
أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
”Barang
siapa yang mendekat kepadaKu (kata Allah) sejengkal aku akan mendekat
kepadanya sehasta, barang siapa yang mendekat kepadaKu sehasta aku akan
mendekat kepadanya sedepah. Barang yang datang kepada-Ku dengan
berjalan aku akan datang kepadanya dengan berlari, barang siapa menemuiku dengan dengan .” (HR. Bukhori-Muslim)
Ma’asyirol Muslimin Hafizhokumullah.
Di
tengah aktivitas kita sehari-hari yang sibuk dengan urusan keduniaan,
di selah-selah itu juga kita isi dengan ibadah rutin berupa sholat lima
waktu. Namun kadang ibadah itu hanya menjadi rutinitas wajib yang kita
lakukan. Padahal sholat hendaklah menjadi yang utama, sedangkan
rutinitas sehari-hari adalah tambahan belaka. Tujuan sholat yang kita
lakukan adalah agar jiwa kita selalu bersih dan suci dari
pengaruh-pengaruh atas rutinitas mengarah kepada hal negatif dan keji.
Para Rosul ’alaihimusholatu wassalaam diutus kepada umat-umat manusia
dari masa ke masa adalah untuk mengingatkan umat manusia kepada
ayat-ayat Allah, mengajarkan hidayah-Nya dan mensucikan jiwa dengan
ajaran-Nya, di dalam doa Nabi Ibrahim untuk anak cucunya surat
Al-Baqoroh: 129
رَبَّنَا
وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِكَ
وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ
الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
”Wahai
Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rosul dari kalangan mereka
yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan kepada
mereka al-Kitab dan himah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana,” (QS. Al-Baqoroh: 129)
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10)
”Sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah
orang-orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams: 9-10)
Penyucian
hati dan jiwa hanya bisa dicapai melalui berbagai macam ibadah tertentu
apabila dilaksanakan secara sempurna dan memadai. Pada saat itulah
terwujud dalam hati sejumlah makna yang menjadikan jiwa tersucikan dan
memiliki sejumlah dampak dan pengaruh pada seluruh anggota badan
seperti lisan, mata, telinga dan lainnya. Diantara pengaruh ibadah
tersebut adalah tertanamkan pemahaman tauhid yang benar, sifat ikhlas,
sabar, syukur dan jujur kepada Allah dan cinta kepada-Nya, serta
terhindarkan dari hal yang bertentangan dengan aturan Allah SWT. Dengan
demikian jiwa menjadi tersucikan lalu hasil-hasilnya nampak pada
terkendalinya anggota badan sesuai dengan perintah Allah dalam
berhubungan dengan keluarga, tetangga dan masyarakat.
Kaum Muslimin sidang sholat jumat yang berbahagia.
Sarana
terbesar dalam penyucian diri adalah sholat, dan pada waktu yang
bersamaan sholat merupakan bukti dan ukuran dalam penyucian jiwa. Sholat
merupakan sarana dalam berubudiyah kepada Allah, mewujudkan tauhid yang
ikhlas dan syukur kepada Allah. Sholat adalah dzikir, gerakan berdiri,
ruku, duduk dan sujud. Ia menegakkan ibadah dalam berbagai bentuk utama
bagi kondisi fisik. Menegakkan sholat dapat memusnakan bibit-bibit
kesombongan dan pembangkangan kepada Allah SWT, di samping merupakan
pengakuan terhadap hak pengaturan sesungguhnya oleh zat yang maha kuasa.
Menegakkan sholat secara sempurna juga akan dapat
memusnakan bibit–bibit ‘ujub, bangga diri dan ghurur bahkan semua bentuk
kemungkaran dan sifat-sifat yang keji. Allah berfirman:
وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ (45)
”Sesungguhnya sholat mencegah dari perbuatan kejian dan mungkar”. (QS. Al-Ankabut: 45)
Sholat
akan berfungsi sedemikian rupa apabila ditegakkan dengan semua rukun,
sunnah dan adab zhohir maupun bathin yang harus direalisasikan oleh
orang yang sholat. Diantara adab zhohir ialah menunaikannya secara
sempurna dengan anggota badan, dan diantara adab bathin ialah khusyu’
dalam melaksanakanya. Khusyu’ ialah yang menjadikan sholat memiliki
peran yang lebih besar dalam merealisasikan nilai-nilai dan sifat-sifat
yang mulia.
Allah berfirman :
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2)
”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman yaitu orang–orang yang khusyu’ dalam sholatnya “(QS. Al-Mukminun: 1-2).
Pentingnya
kedudukan khusyu’ maka ketidakberadaannya berarti rusaknya hati. Baik
dan rusaknya hati tergantung kepada ada tidaknya khusyu’ ini. Rosulullah
saw bersabda :
إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ، أَلا وَهِيَ الْقَلْبُ
”Sesungguhnya
dalam jasad ada suatu gumpalan; bila gumpalan ini baik maka baik pula
seluruh jasad, dan apabila rusak maka rusak pula seluru jasad.
Ketahuilah bahwa gumpalan itu adalah hati.” (Diriwayatkan oleh Bukhori
dan Muslim)
Seorang
ulama yang banyak mengorbankan hidupnya untuk berdakwah di jalan Allah,
Syeikh Said Hawwa suatu ketika menyampaikan: ”Sesungguhnya khusyu’
merupakan manifestasi tertinggi dari sehatnya hati, jika khusyu’ telah
sirna maka berarti hati telah rusak. Bila khusyu’ tidak ada berarti hati
telah didominasi berbagai penyakit yang berbahaya dan keadaan yang
buruk. Bila hati telah didominasi berbagai penyakit maka telah
kehilangan kecenderungan kepada akhirat. Bila hati telah sampai kepada
keadaan ini maka tidak ada lagi kebaikan bagi kaum muslimim. ”
Kaum Muslimin jamaah sholat jumat yang dimuliakan Allah
Sesungguhnya
khusyu' berkaitan dengan pensucian hati dari berbagai penyakit dan
upaya merealisasikan kesehatannya. Masalah ini merupakan tema yg sangat
luas sehingga para ulama memulainya dengan mengajarkan zikir dan hikmah
kepada orang yang berjalan menuju Allah sehingga hatinya hidup. Bila
hatinya telah hidup berarti mereka telah membersihkannya dari berbagai
sifat yangg tercelah dan menunjukkannya kepada sipat-sipat yang
terpuji. Disinilah perlunya pembiasaan hati untuk khusyuk melalui
kehadiran bersama Allah dan merenungkan berbagai nilai kehidupan.
Khusyuk dalam sholat merupakan ukuran kekhusyukan hati, kekhusyukan
seseorang dalam sholat menjadi tanda kekhusyukan hati seseorang.
Kaum Muslimin Hafizhokumullah
Allah berfirman :
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي (14)
”Dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku” (QS. Thoha: 14)
Lahiriyah
perintah adalah wajib sedangkan lalai adalah lawan ingat. Siapa yang
lalai dalam semua sholatnya maka bagaimana mungkin dia bisa mendirikan
sholat untuk mengingat Allah SWT. Dalam sebuah hadist Rosulullah Saw
bersabda: ”Sesungguhnya sholat itu ketetapan hati dan ketundukan diri”.
Selain
sholat terdiri dari zikir, bacaan, rukuk, sujud, berdiri dan duduk, ia
pun merupakan dialog dan munajat pada Allah. Bagian ini adalah batin,
karena betapa mudahnya bagi orang yang lalai untuk mengerak-gerakkan
lisannya, ia tidak menjadi ucapan bila tidak mengekpresikan apa yang di
dalam hati, dan ia tidak menjadi ekpresi jika tidak disertai dengan
kehadiran hati.
Apa artinya permohonan dalam firman Allah: اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ”Tunjukilah
kami kejalan yang lurus”. Jika hati tetap lalai? Jika tidak
dimaksudkan kerendahan hati dan doa, betapa mudahnya diucapkan lisan
dengan hati yg lalai, terutama bila telah menjadi kebiasaan.
Kehadiran
hati adalah ruh sholat. Batas minimal keberadaan ruh ini ialah
kehadiran hati pada saat takbiratul ihram. Bila kurang dari batas
minimal ini berarti kesiaan dan kelalaian. Semakin bertambah kehadiran
hati semakin bertambah pula ruh tersebut dalam bagian-bagian sholat.
Kaum muslimin jamaah sholat jumat yang dimuliakan Allah.
Imam
Ghozali Rahimahullah seperti yang disebutkan oleh Syeikh Said Hawa
dalam kitab Al-Mustakhlash Fii Tazkiyatil Anfus merangkum makna-makna
untuk menciptakan kekhusyukan ini dalam enam hal, yaitu: kehadiran hati,
tafahhum, ta’zhim, haibah, rojaa’, dan haya’.
Pertama : Kehadiran hati,
yang dimaksud menghadirkan hati adalah mengosongkan hati dari hal-hal
yang tidak boleh mencampuri dan mengajaknya berbicara, sehingga
pengetahuan tentang perbuatan senantiasa menyertainya dan pikirannya
tidak berkeliaran kepada selainnya. Selagi pikiran tidak terpalingkan
dari apa yang ditekuninya sedangkan hati masih tetap mengingat apa yang
tengah dihadapainya dan tidak ada kelalaian dalamnya maka berarti telah
tercapai kehadiran hati.
Kedua : Tafahhum
atau kefahaman terhadap makna pembicaraan, merupakan sesuatu di luar
kehadiran hati. Bisa jadi hati hadir bersama lafadz atau bisa juga
tidak. Peliputan hati terhadap pengetahuan tentang makna lafadz itulah
yang dimaksudkan dengan kefahaman. Betapa banyak makna-makna yang halus
yang difahami oleh orang yang tengah menunaikan sholat padahal tidak
pernah terlintas di dalam hatinya sebelum itu?. Dari sinilah kemudian
sholat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar, karena ia memahamkan
banyak hal yang pada gilirannya dapat mencegah perbuatan maksiat.
Sedangkan yang ketiga adalah Ta’zhim
atau rasa hormat juga merupakan perkara di luar kehadiaran hati dan
kepahaman, sebab bisa jadi seseorang berbicara dengan budaknya dengan
hati yang penuh konsentrasi dan faham akan makna perkataanya tetapi
tidak menaruh hormat kepadanya. Dengan demikian ta’zhim merupakan
tambahan bagi kehadiran hati dan kefahaman.
Keempat adalah Haibah,
ia merupakan rasa takut yang bersumber dari rasa hormat merupakan
tambahan bagi ta’zhim, bahkan ia adalah ungkapan tentang rasa takut yang
bersumber dari ta’zim karena orang yang tidak takut tidak bisa
disebut ha’ib, rasa takut dari hewan berbisa seperti ular dan
kalajengking atau keburukan perangai seseorang dan sejenisnya termasuk
sebab-sebab yang rendah tidak bisa disebut rasa takut yang bersumber
dari rasa hormat, sedangkan rasa takut dari orang yang dihormati disebut
rasa takut yang bersumber dari rasa hormat
Yang kelima adalah Roja’
atau rasa harap, maka tidak diragukan lagi merupakan tambahan lain
untuk menjadi khusyu'. Betapa banyak orang yang menghormati seorang
pejabat atau penguasa tetapi tidak diharapkan rasa balasannya. Sedangkan
seorang hamba dengan sholatnya mengharapkan ganjaran Allah sebagaimana
ia takut hukuman ketika melakukan pelanggaran.
Adapun yang keenam Haya’
adalah rasa malu merupakan tambahan bagi semua hal di atas, karena
landasannya adalah perasaan selalu kurang sempurna dan selalu berbuat
dosa dan salah.
Kaum muslimin jamaah sholat jumat yang dimuliakan Allah
Faktor
penyebab kehadiran hati adalah Himmah atau perhatian utama, karena
sesungguhnya hati mengikuti perhatian utama, sehingga ia tidak akan
hadir kecuali mengikuti hal-hal yang menjadi perhatian utamanya. Bila
ada sesuatu yang menjadi perhatian utama seseorang maka hati pasti akan
hadir. Karena hati terbentuk dan terkondisikan dengan perhatian utama
tersebut. Apabila hati tidak hadir dalam sholat maka ia tidak akan pasif
begitu saja tetapi pasti akan berkeliaran mengikuti urusan dunia yang
menjadi perhatian utamanya. Oleh karena itu, tidak ada kiat dan terapi
untuk menghadirkan hati kecuali dengan memalingkan perhatian utama
kepada sholat.
Sementara
itu perhatian tidak akan terarahkan kepada sholat selagi belum jelas
bahwa tujuan yang dicari tergantung kepadanya. Bila hal ini didukung
oleh hakekat pengetahuan, keimanan dan pembenaran bahwa akherat lebih
baik dan lebih kekal, dan bahwa sholat merupakan sarana menuju ke sana.
Bila hati tidak bisa hadir pada waktu munajat kepada Maha diraja yang
di tanganNya segala kekuasaan, maka hal itu adalah kelemahan iman.
Sedangkan
faktor penyebab timbulnya kefahaman, setelah kehadiran hati, ialah
senantiasa berfikir dan mengarahkan pikiran untuk mengetahui makna,
yaitu menghadirkan hati disertai konsentrasi berfikir dan menolak
lintasan pikiran yang liar. Sedangkan cara menolak berbagai lintasan
pikiran yang menyibukan itu ialah memotong berbagai hal yang menjadi
bahan pikirannya, yakni membebaskan diri dari berbagai sebab-sebab yang
membuat pikiran tertarik kepadanya. Bila hal ini yang menjadi bahan
pikiran itu tidak dilenyapkan maka pikirannya tidak akan terpalingkan
dari padanya.
Kemudian ta’zhim atau rasa hormat merupakan keadaan hati yang lahir dari dua ma’rifat.
Pertama:
Ma’rifat atau pengetahuan kita akan kemuliaan dan keagungan Allah yang
merupakan salah satu dasar iman. Siapa yang tidak diyakini keagungannya
maka jiwa tidak akan mengagungkannya.
Kedua: Ma’rifat atau mengetahui akan kehinaan diri dan statusnya sebagai hamba yang tidak memiliki kuasa apa-apa.
Dari
kedua ma’rifat ini lahir rasa pasrah, tidak berdaya, tunduk dan
khusyuk, kepada Allah yang diungkapkannya dengan pengagungan kepada
Allah, selagi ma’rifat akan kehinaan diri tidak berpadu dengan ma’rifat
akan kemuliaan Allah maka pengagungan kepada Allah dan khusyuk tidak
akan terpadukan, karena orang yang merasa tidak memerlukan pihak lain
dan merasa aman terhadap dirinya bisa saja ia mengetahui sifat-sifat
keagungan tetapi kondisinya tidak mencerminkan khusyuk dan ta’zim, sebab
syarat yang lain yaitu ma’rifat akan kehinaan dirinya tidak
menyertainya.
Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah
Sedangkan
haibah atau rasa takut yang bersumber dari rasa hormat dan takut
merupakan keadaan jiwa yang lahir dari ma’rifat akan kekuasaan Allah,
hukuman-Nya, pengaruh kehendak-Nya. Semakin bertambah pengetahuan
sesorang tentang Allah semakin bertambah haibah dan rasa takutnya kepada
Allah.
Adapun
faktor penyebab timbulnya roja’ atau rasa harap ialah kelembutan Allah,
kedermawanan-Nya, keluasan nikmat-Nya, keindahan ciptaan-Nya dan
pengetahuan akan kebenaran janji-Nya, khususnya janji sorga bagi orang
yang sholat. Bila telah ada keyakinan kepada janji Allah dan pengetahuan
akan kelembuatan-Nya maka pasti akan muncullah perasaan roja dan harap.
Kemudian
haya' atau rasa malu akan muncul melalui perasaan serba kurang sempurna
dalam beribadah dan ketidakmampuannya dalam menunaikan hak-hak Allah.
Rasa malu ini akan semakin kuat dengan mengetahui kekurang ikhlasannya,
keburukan batinnya dan kecenderungannya kepada perolehan dunia dalam
semua amal perbuatannya. Disamping pengetahuannya akan segala
konsekwensi kemulian Allah, dan bahwa Dia maha mengetahuai
rahasia-rahasia dan lintasan hati sampai ke yang sekecil-kecilnya.
Berbagai pengetahuan ini apabila benar-benar telah terwujudkan akan
melahirkan suatu yang disebut haya’.
Itulah
berbagai sebab dari sifat-sifat tersebut. Setiap sifat yang harus
diwujudkan maka caranya adalah dengan mewujudkan sebab yang dapat
memunculkannya. Ikatan semua sebab tersebut adalah keimanan dan
keyakinan. Kekhusyukan hati sangat bergantung kepada ada tidaknya
keyakinan.
وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
”Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya”. (Al-Anam : 132)
Apa
yang diperoleh setiap orang dari sholatnya sesuai kadar rasa takut,
khusyuk, dan ta’zhimnya, karena tempat penilaian Allah adalah hati.
Semoga Allah mengaruniakan kelembutan dan kedermawanan-Nya kepada kita
dan memberikan kekhusyukan dalam ibadah kita. Amin ya Rabbal alamain.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ
وَلِسَائِرِ الْمُسْلِيِمْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ،
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Oleh: H. Zulhamdi M. Saad, Lc
0 komentar:
Posting Komentar