Banner 468 x 60px

Kamis, 07 Juni 2012

Rosulullah SAW Teladan Sepanjang Zaman

0 komentar
Kaum muslimin jamah sholat jumat yang dimuliakan Allah
Marilah kita senantiasa berupaya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Takwa dengan makna yang sesungguhnya, selalu berupaya mengabdi pada Allah dalam setiap aktivitas kita dengan penuh keikhlasan dan mengharapkan keridhoan-Nya semata. Juga selalu merasa khawatir dan takut jika perbuatan yang kita lakukan membawa kita kepada kemurkaan Allah SWT.
Hadirin sidang jumat yang berbahagia
Masih terasa segar dalam ingatan kita nuansa semarak memperingati hari kelahiran nabi besar Muhammad saw di berbagai tempat. Rasa kecintaan untuk meneladani kehidupan Rosulullah masih bergelorah di dalam dada. Semangat untuk mendalami kehidupan keseharian Rosulullah yang penuh kesederhanaan semakin membakar setiap jiwa insan yang mengaku sebagai umat beliau.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
"Tidaklah Kami mengutusmu wahai Muhammad kecuali untuk menjadi rahmat sekalian alam" (Al-Anbiyah: 107)
Rosulullah bukan hanya menjadi rahmat buat kaum muslimin yang menjadikan beliau sebagai panutan dan contoh sejati dalam merealisasikan ketaatan kepada Allah, dalam bersosialisasi sehari, menjadi ayah, menjadi suami, menjadi kakek bahkan menjadi seorang pemimpin. Tetapi Rosulullah juga adalah rahmat untuk alam sejagat ini, yang di sana hidup manusia-manusia yang tak pernah tahu dan mau tahu buat apa mereka diciptakan oleh Allah. Dengan diutusnya Rosulullah saw ke dunia, dengan membawa cahaya islam, Islam telah mampu merubah kehidupan umat manusia ke arah kehidupan yang penuh makna, menerangi dengan ilmu pengetahuan dan kemakmuran.
Kaum Muslimin jamaah sholat jumat yang dimuliakan Allah
Saat zaman sekarang ini sedang mencari seorang panutan yang ideal yang patut dicontoh, Al-Quran sejak 14 abad yang lalu telah menegaskan:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
"Sungguh terdapat dalam diri Rosulullah suri tauladan yang baik" (Al-Ahzab: 21)
Seorang sosok pribadi yang mulia, yang begitu mencintai umatnya, saat kematian akan menjemput beliau yang beliau ingat dan pikirkan adalah umatnya. Hari-hari Rosulullah pun semasa hidupnya adalah memperhatikan bagaimana umatnya mendapat kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akherat.
Kaum muslimin jamaah sholat jumat yang berbahagia
Saat ini kita masih berada dalam bulan rabiul awal yang mulia, yang mana bukan hanya pada bulan ini saja Rosulullah dilahirkan tetapi pada bulan ini juga beliau diwafatkan oleh Allah SWT, kisah wafatnya begitu menyayat hati kalau kita mengingatnya kembali. Kisah wafatnya Rosulullah sungguh akan menggugah jiwa-jiwa beriman, duka itu masih berbekas walaupun sudah 14 abad berlalu jika kembali untuk dikenang.
Seorang sahabat Abdullah bin Mas’ud ra berkata: “Ketika Rosulullah mendekati ajalnya, beliau mengumpul kan kami di rumah ‘Aisyah. Beliau memandang kami tanpa sepata kata, sehingga kami semua menangis menderaikan air mata. Lalu beliau bersabda: "Semoga Allah menyayangi, menolong dan memberikan petunjuk kepada kalian. Aku berwasiat agar kalian bertakwa kepada Allah. Janganlah kamu berlaku sombong terhadap Allah. Kalau sudah datang ajalku,  hendaklah  Ali yang memandikan aku, Fudlail bin Abbas yang menuangkan air, dan Usman bin Zaid membantu mereka berdua. Kemudian kafani  aku dengan pakaianku saja manakala kamu semua menghendaki, atau dengan kain Yaman yang putih. Ketika kalian sedang memandikan aku, letakkan aku di atas tempat tidurku di rumahku ini, yang dekat dengan liang kuburku nanti. "
Mendengar itu, seketika para sahabat menjerit histeris, menangis pilu,  sambil berkata: " Wahai Rasulullah, engkau adalah utusan untuk kami, menjadi kekuatan jamaah kami, selaku penguasa yang selalu memutusi perkara kami, kalau Engkau sudah tiada, lalu kepada siapakah kami mengadukan semua persoalan kami!?"
Rasulullah Saw bersabda: "Aku sudah tinggalkan untuk kalian jalan yang benar di atas jalan yang terang benderang, juga aku tinggalkan  dua penasehat, yang satu pandai  bicara dan yang satu pendiam. Yang pandai bicara yaitu  Al-Qur’an, dan yang diam ialah kematian.  Manakala ada persoalan yang sulit bagi kalian, maka kembalikan kepada Al Qur’an dan Sunnahku, dan andaikan hati keras seperti batu, maka lenturkan dia dengan mengingat kematian.”
Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah
Semenjak hari itu, sakit Rasulullah saw bertambah parah, selama 18 hari beliau menanggungnya. Smpailah tiba hari senin di hari beliau menghadap Rabbnya. Sewaktu adzan shubuh Bilal ra datang menghampiri pintu Rasulullah Saw seraya mengucapkan salam.
Dari dalam rumah Fathimah putri Rasulullah saw menjawab salam Bilal, dan ia memberitahukan bahwa Rasulullah saw dalam keadaan sakit. Bilal pun kembali ke masjid, tatkala shubuh mulai terang sedang Rasulullah saw belum juga datang,  Bilal kembali menghampiri pintu Rasulullah. Mendengar suara Bilal, Rosulullah memanggilnya, lalu bersabda: ”Masuklah wahai Bilal, penyakitku rasanya semakin bertambah, suruhlah Abu Bakar agar menjadi imam shalat  dengan orang-orang yang hadir."
Kemudian bilal memasuki masjid dan memberitahu Abu Bakar agar beliau menjadi imam dalam sholat tersebut. Ketika Abu Bakar  melihat ke mihrab Rasulullah saw yang kosong, ia tidak dapat menahan perasaannya, lalu  ia menjerit dan akhirnya jatuh pingsan. Orang-orang yang berada di dalam masjid menjadi bising sehingga terdengarlah oleh Rasulullah saw.
Rosulullah lalu memanggil fathimah lalu berkata: ”Wahai Fathimah, ada apakah dengan jeritan itu, kenapa di dalam masjid sana begitu gaduh?” Fathimah menjawab: ”Mereka menunggumu untuk mengimami mereka wahai Rosulullah.”
Maka Rasulullah meminta Ali dan Fadhal bin Abbas untuk memapah beliau masuk ke masjid, Rosulullah kemudian shalat bersama-sama mereka . Setelah salam beliau menghadap ke arah kaum muslimin dan bersabda: ”Wahai kaum muslimin, kalian masih dalam pemeliharaan dan pertolongan Allah. Untuk itu bertaqwa-lah kepada-Nya dan taatilah  Dia, sesungguhnya saya akan meninggalkan dunia ini, dan hari ini adalah hari pertamaku di akherat dan hari terakhirku di dunia.”
Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah
Kisah ini semakin membuat kita menjadi sedih saat Rosulullah pulang kembali ke rumahnya, Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut supaya turun menemui Rasulullah saw dengan berpakaian sebaik-baiknya. Kemudian menyuruh Malaikat Maut mencabut nyawa Rasulullah saw dengan lemah lembut. Seandainya Rasulullah menyuruhnya masuk, maka dia dibolehkan masuk. Tetapi jika Rasulullah  tidak mengizinkannya, hendaklah dia kembali.
Maka turunlah Malaikat Maut untuk menunaikan perintah Allah SWT. Sesampainya di depan pintu kediaman Rasulullah saw, Malaikat Maut  berkata: "Assalamualaikum wahai ahli rumah kenabian, sumber wahyu dan risalah!"
Fatimah pun keluar menemuinya dan berkata: "Wahai hamba Allah, Rasulullah sekarang dalam keadaan sakit."
 Kemudian Malaikat Maut itu memberi salam lagi: "Assalamualaikum, bolehkah saya masuk?" 
Rasulullah saw mendengar suara Malaikat Maut itu, lalu ia bertanya  kepada puterinya Fatimah:  "Siapakah yang ada di luar pintu itu  wahai anakku?"
Fatimah menjawab: "Seorang lelaki memanggil baginda. Saya katakan kepadanya bahwa baginda dalam keadaan sakit. Kemudian dia memanggil sekali lagi dengan suara yang menggetarkan sukma."
Rasulullah saw bersabda: "Tahukah kamu siapakah dia?" Rasulullah saw kemudian menjelaskan: "Wahai Fatimah, dia itu adalah melaikat maut yang memusnahkan semua kenikmatan, yang memutuskan segala nafsu syahwat, yang memisahkan pertemuan, dan menghabiskan semua rumah, serta dia yang meramaikan kuburan.”
Mendadak Fathimah menangis, lalu berucap: "Wahai Ayahku, sesungguhnya aku takkan mendengar  sabdamu  lagi,  juga tak kan mendengarkan ucapan salam darimu sesudah hari ini.”
Rasulullah berkata: “Tabahkan hatimu wahai anakku Fathimah, sebab sesungguhnya hanya engkau di antara keluargaku yang pertama berjumpa denganku.”
Kemudian Rasulullah saw bersabda: "Masuklah, wahai Malaikat Maut." Maka masuklah Malaikat Maut itu sambil mengucapkan: "Assalamualaika ya Rasulullah." 
Rasulullah saw pun menjawab:  "Waalaikassalam wahai Malaikat Maut. Engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?
Malaikat Maut menjawab:  "Saya datang untuk ziarah sekaligus mencabut nyawa. Jika tuan izinkan akan saya lakukan. Jika tidak, saya akan pulang."
Rasulullah saw bertanya:  "Wahai Malaikat Maut, di mana engkau tinggalkan Jibril?" Jawab Malaikat Maut: "Saya tinggalkan dia di langit dunia." 
Baru saja Malaikat Maut selesai bicara, tiba-tiba Jibril datang lalu duduk disamping Rasulullah saw. Kemudian Rosulullah berkata: "Wahai Jibril, tidakkah engkau mengetahui bahwa ajalku telah dekat? Beritakan kepadaku akan kemuliaan yang menggembirakan aku di sisi Allah.”
Jibril menjawab: “Semua pintu-pintu telah terbuka. Dan para malaikat sudah berbaris menanti kehadiran Ruh-mu di langit. Pintu-pintu surga telah terbuka, dan bidadari-bidadari sudah bersolek menanti kehadiran Ruh-mu.
Rasulullah saw berkata: “Segala Puji bagi Allah wahai Jibril, berilah aku kabar gembira mengenai umatku kelak di hari kiamat!”
Jibril menjawab: “Aku beritahukan kepadamu wahai Rosulullah, bahwa sesungguhnya Allah Ta’ala telah berfirman: “Sesungguhnya sudah Aku larang semua Nabi masuk ke dalam surga sebelum engkau memasuki lebih dulu. Dan Aku larang semua umat sebelum umatmu masuk lebih dulu.” (Hadist Qudsi)
Dengan tersenyum Rosulullah berkata: ”Sekarang sudah tenang hatiku dan hilanglah kekhawatirankuku.” Beliau melanjutkan: ”Wahai malaikat maut, mendekatlah kepadaku.”Malaikat Maut pun mendekati beliau dan mulailah mencabut ruh Rosulullah.
Ketika sampai di perut Beliau bersabda: “Wahai malaikat Jibril, alangkah pahitnya rasa sakaratul maut ini”. Malaikat Jibril memalingkan wajahnya. Ketika itu Nabi Saw berkata: ”Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka melihat wajahku!” Jibril menjawab: ”Wahai kekasih Allah,  siapa kiranya yang sampai hati melihat wajahmu, dan engkau dalam keadaan sakaratul maut.“
Anas ra berkata: ”Ketika ruh Nabi Saw sampai di dada, beliau bersabda: ”Aku berwasiat kepada kalian, agar kalian memelihara shalat, dan apa-apa yang menjadi tanggungjawabmu” sampai perkataan beliau putus.
Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah
Rosulullah telah menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan tersenyum. Anas bin Malik melanjutkan ucapannya: "Ketika aku di depan pintu rumah Aisyah,  aku mendengar Aisyah sedang menangis dengan kesedihan yang mendalam sambil mengatakan, "Wahai orang yang tidak pernah memakai sutera, wahai orang  yang keluar dari dunia dengan perut yang tidak pernah kenyang dari gandum, wahai orang yang telah memilih tikar daripada singgahsana, wahai orang yang jarang tidur di waktu malam karena takut Neraka Sa'ir." 
Kaum Muslimin jamaah Sholat jumat yang di muliakan Allah
Begitulah ungkapan Aisyah seorang istri Rosulullah yang menyadarkan kita bahwa begitulah keseharian Rosulullah tatkala beliau masih hidup. Padahal beliau adalah orang yang telah dijamin Allah untuk masuk surge. Kini sudah 14 abad berlalu saat Rosulullah meninggalkan umatnya, tetapi ajaran beliau selalu hidup dan akan selalu menghidupkan hati orang-orang beriman. Ada beberapa hal yang hendaklah selalu diingat dan diwujudkan, sebagai wujud kecintaan kita kepada Rosulullah saw:
Pertama: Ikhlas dan mengikuti tuntunan Rosululllah dalam beribadah
Hal ini ditegaskan oleh Allah Swt dalam firmannya:
 فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya." (Al-Kahfi: 110)
Rosulullah saw bersabda:

عن عائشة قالت  قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

Barang siapa melakukan amalan bukan sesuai dengan tuntunanku maka ia ditolak. (HR. Bukhori Muslim)
Kedua : Konsisten dalam ketaatan kepada Allah SWT
Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah
Saat Umar bin Khattab berteriak lantang dengan penuh kesedihan  sambil  menghunus pedangnya sambil mengucapkan: "Barang siapa yang mengatakan bahwa Muhammad telah mati akan aku tebas lehernya".
Setelah Abu bakar menutup kembali kain panjang yang menutupi wajah Rosulullah yang mulia, tetesan air mata mengalir membasahi pipi dan janggutnya, ia kemudian bangun dan melangkah keluar menjumpai Umar. Ia tahu perasan Umar yang tidak dapat menerima kehilangan Rasul. Dia sendiri sedang bergelut dengan kesedihan yang amat dalam. Lalu dia pun berseru dengan nyaring. Seruan itu ditujukan kepada semua yang hadir terutama kepada Umar.  "Barang seiapa menyembah Nabi Muhammad, sesungguhnya Rasulullah benar-benar telah wafat. Dan barang siapa menyembah Allah,maka Allah tidak pernah mati dan abadi selama-lamanya." 
Kemudian beliau membacakan sebuah firman Allah dalam Al-Quran: 
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
"Dan tidaklah Muhammad itu kecuali seorang Rasul. Sudah berlalu rasul-rasul lain sebelumnya. Kerana itu, Apakah jika Muhammad meninggal dunia atau terbunuh, kamu akan murtad dan kembali kepada agama nenek moyang kamu? Sungguh barang siapa murtad kembali kepada agama nenek moyang, tidak sedikit pun menimbulkan kerugian kepada Allah SWT. Dan Allah akan menganjarkan pahala bagi orang-orang yang bersyukur." (Ali Imran:144) 
Tiba-tiba  Umar terjatuh lemah di atas kedua lututnya. Tangannya menjulur kebawah bagaikan kehabisan tenaga. Keringat dingin membasahi seluruh badannya. Bagaikan baru hari itu dia mendengar ayat yang sudah lama disampaikan oleh Rasul kepada mereka. Umarpun menangis terseduh-seduh, tangis kecintaan tersebut terus merambat ke hati para sahabat dan ke seluruh hati umat sehingga akhir zaman.
Walau Rosulullah telah tiada, ketaatan kepada Allah harus terus adalah selamanya.
Ketiga : Meneladani kehidupan Rosulullah
Banyak sisi dari kisah kehidupan Rosulullah yang mesti diteladani oleh umat islam, apalagi pada saat sekarang ini, bangsa kita sangat membutuhkan pemimpin yang dapat membimbing bangsa yang bukan hanya selamat dari krisis global, tapi yang lebih penting dari pada itu seorang pemimpinyang juga dapat membimbing bangsa hingga mereka selamat di akherat kelak.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
"Sungguh terdapat dalam diri Rosulullah suri tauladan yang baik" (Al-Ahzab: 21)

Keempat : Mencintai Rosullullah
Mencintai Rosulullah adalah kewajiban, membela kehormatan Rosulullah merupakan keharusan, karena itu adalah tanda dari keimanan. Sebagaimana sabda Rosulullah dalam hadist shahih:

عن أنس قال قال النبي صلى الله عليه و سلم  : ( لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين )

Dari Anas r.a Rosulullah bersabda: "Tidak beriman salah seoarang dari kalian sehinga menjadikan Aku lebih dicintai dari anak dan orangtuanya dan seluruh manusia."
Kecintaan orang beriman kepada Rasulnya yang tidak pernah putus sekalipun oleh kematian karena kecintaan atas dasar iman itu tetap lestari dan abadi. Tangis kecintaan kepada Rosulpun masih menggema di masjid Rosulullah keesokan harinya, tatkala bilal melafazkan azan, ia tak sanggup melafazkan Asyhadu Anna muhammadan Rosulullah, ia pun menangis, kaum musliminpun menangis.
Kelima: Berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunah
Umat saat ini sangat dituntut untuk benar-benar kembali kepada Al-Quran dan Sunah sebagaimana pesan Rosulullah ketika akan wafat, itulah yang akan membimbing mereka menuju keselamatan di dunia dan akherat.:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"Ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa." (Al-An'am : 153)
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم، ونفعني وإياكم بهدي سيد المرسلين. أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم ولجميع المسلمين، فاستغفروه، إنه هو الغفور الرحيم  
           
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا} ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
oleh Zulhamdi M. Saad, Lc
Read more...

Sabtu, 02 Juni 2012

Gaji dan Sedekah

0 komentar



Dalam satu kesempatan tak terduga, saya bertemu pria ini. Orang-orang biasa memanggilnya



Pak Ahmad. Saya tertarik dengan falsafah hidupnya, yang menurut saya, sudah agak jarang di zaman ini,. Dari sinilah perbincangan kami mengalir lancar

Kami bertemu dalam satu forum pelatihan profesi yang diprogram sebuah Perusahaan tempat saya bekerja. Tapi, saya justru mendapat banyak pelajaran bernilai bukan dari pelatihan itu. Melainkan dari pria ini.
Saya menduga ia berasal dari kelas sosial terpandang dan mapan. Karena penampilannya rapih, menarik dan wajah yang tampan. Namun tidak seperti yang saya duga, Pak Ahmad berasal dari keluarga yang pas-pasan. Jauh dari mapan. Sungguh kontras kenyataan hidup yang dialaminya dengan sikap hidup yang dijalaninya. Sangat jelas saya lihat dan saya pahami dari beberapa kali perbincangan yang kami bangun.
Satu kali kami bicara tentang penghasilan sebagai karyawan. Bertukar informasi dan memperbandingkan nasib kami satu dengan yang lain, satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Kami bercerita tentang dapur kami masing-masing. Hampir tidak ada perbedaan mencolok. Yang membedakan sangat mencolok antara saya dan Pak Ahmad adalah sikap hidupnya yang amat berbudi. Darinya saya tahu hakikat nilai di balik materi.
Penghasilannya sebulan sebagai karyawan kontrak tidak logis untuk membiayai seorang isteri dan dua orang putra-putrinya. Dia juga masih memiliki tanggungan seorang adik yang harus dihantarkannya hingga selesai SMA. Sering pula Pak Ahmad menggenapi belanja kedua ibu bapaknya yang tak lagi berpenghasilan. Menurutnya, hitungan matematika gajinya barulah bisa mencukupi untuk hidup sederhana apabila gajinya dikalikan 3 kali dari jumlah yang diterimanya.
"Tapi, hidup kita tidak seluruhnya matematika dan angka-angka. Ada dimensi non matematis dan di luar angka-angka logis."
"Maksud Pak Ahmad gimana, aku nggak ngerti?"
"Ya, kalau kita hanya tertuju pada gaji, kita akan menjadi orang pelit. Individualis. Bahkan bisa jadi tamak, loba. Karena berapapun sebenarnya nilai gaji setiap orang, dia tidak akan pernah merasa cukup. Lalu dia akan berkata, bagaimana mau sedekah, untuk kita saja kurang."
"Kenyataannya memang begitu kan Mas?", kata saya mengiayakan. "Mana mungkin dengan gaji sebesar itu, kita bisa hidup tenang, bisa sedekah. Bisa berbagi." Saya mencoba menegaskan pernyataan awalnya.
"Ya, karena kita masih menggunakan pola pikir matematis. Cobalah keluar dari medium itu. Oke, sakarang jawab pertanyaan saya. Kita punya uang sepuluh ribu. Makan bakso enam ribu. Es campur tiga ribu. Yang seribu kita berikan pada pengemis, berapa sisa uang kita?"
"Tidak ada. Habis." jawab saya spontan.
"Tapi saya jawab masih ada. Kita masih memiliki sisa seribu rupiah. Dan seribu rupiah itu abadi. Bahkan memancing rezeki yang tidak terduga."
Saya mencoba mencerna lebih dalam penjelasannya. Saya agak tercenung pada jawaban pasti yang dilontarkannya. Bagaimana mungkin masih tersisa uang seribu rupiah? Dari mana sisanya?

"Mas, bagaimana bisa. Uang yang terakhir seribu rupiah itu, kan sudah diberikan pada pengemis ", saya tak sabar untuk mendapat jawabannya.
"Ya memang habis, karena kita masih memakai logika matematis. Tapi cobalah tinggalkan pola pikir itu dan beralihlah pada logika sedekah. Uang yang seribu itu dinikmati pengemis. Jangan salah, bisa jadi puluhan lontaran doa’ keberkahan untuk kita keluar dari mulut pengemis itu atas pemberian kita. Itu baru satu pengemis. Bagaimana jika kita memberikannya lebih. Itu dicatat malaikat dan didengar Allah. Itu menjadi sedekah kita pada Allah dan menjadi penolong di akhirat. Sesungguhnya yang seribu itulah milik kita. Yang abadi. Sementara nilai bakso dan es campur itu, ujung-ujungnya masuk WC."
Subhanallah. Saya hanya terpaku mendapat jawaban yang dilontarkannya. Sebegitu dalam penghayatannya atas sedekah melalui contoh kecil yang hidup di tengah-tengah kita yang sering terlupakan. Sedekah memang berat. Sedekah menurutnya hanya sanggup dilakukan oleh orang yang telah merasa cukup, bukan orang kaya. Orang yang berlimpah harta tapi tidak mau sedekah, hakikatnya sebagai orang miskin sebab ia merasa masih kurang serta sayang untuk memberi dan berbagi.
Penekanan arti keberkahan sedekah diutarakannya lebih panjang melalui pola hubungan anak dan orang tua. Dalam obrolannya, Pak Ahmad seperti ingin menggarisbawahi, bahwa berapapun nilai yang kita keluarkan untuk mencukupi kebutuhan orang tua, belum bisa membayar lunas jasa-jasanya. Air susunya, dekapannya, buaiannya, kecupan sayangnya dan sejagat haru biru perasaanya. Tetapi di saat bersamaan, semakin banyak nilai yang dibayar untuk itu, Allah akan menggantinya berlipat-lipat.
“Terus, gimana caranya Mas, agar bisa menyeimbangkan nilai metematis dengan dimensi sedekah itu?”.
“Pertama, ingat, sedekah tidak akan membuat orang jadi miskin, tapi sebaliknya menjadikan ia kaya. Kedua, jangan terikat dengan keterbatasan gaji, tapi percayalah pada keluasan rizki. Ketiga, lihatlah ke bawah, jangan lihat ke atas. Dan yang terakhir, padukanlah nilai qona’ah, ridha dan syukur”. Saya semakin tertegun
Dalam hati kecil, saya meraba semua garis hidup yang telah saya habiskan. Terlalu jauh jarak saya dengan Pak Ahmad. Terlalu kerdil selama ini pandangan saya tentang materi. Ada keterbungkaman yang lama saya rasakan di dada. Seolah-oleh semua penjelasan yang dilontarkannya menutup rapat egoisme kecongkakan saya dan membukakan perlahan-lahan kesadaran batin yang telah lama diabaikan. Ya Allah saya mendapatkan satu untai mutiara melalui pertemuan ini. Saya ingin segera pulang dan mencari butir-butir mutiara lain yang masih berserak dan belum sempat saya kumpulkan.
***
Sepulang berjamaah saya membuka kembali Al-Qur'an. Ada getaran seolah menarik saya untuk meraih dan membukanya. Spontan saya buka sekenanya. Saya terperanjat, sedetik saya ingat Pak Ahmad. Allah mengingatkan saya kembali:
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Terjemah QS. Al-Baqarah [2] 261)
Read more...

Orang Cerdas adalah Orang Yang Selalu Ingat Mati

0 komentar
Setiap orang meyakini bahwa setiap jiwa yang bernafas pasti akan mengalami kematian. Namun, kesibukan sehari-hari seringkali membuat orang terlena dan lupa bahwa besok atau lusa akan dipanggil oleh Alloh SWT. Sampai tiba suatu saat, malaikat datang menjemput, dan pupuslah semua kelezatan dunia beralih menuju kehidupan yang abadi di sisi-Nya.
Orang beriman seharusnya tidak takut menghadapi mati, karena mati adalah sebuah keniscayaan. Yang harus ditakuti adalah apakah amal kita sudah cukup untuk menghantarkan pada kebahagiaan di akhirat?. Abu Bakar R.A saat ditanya oleh seorang sahabat, berapa kali anda ingat kematian dalam sehari? Abu bakar menjawab, “Saya mengingat mati manakala mata saya terjaga”. Itulah,  sikap seorang teladan dalam mengingat kematian yang dengannya dapat menghantarkan pada puncak iman yang luar biasa.
Hidup di dunia hanyalah sementara, nikmat dunia yang diberikan Alloh masih sedikit. Dari 100 rahmat-Nya hanya 1 rahmat yang diberikan ke dunia untuk dinikmati seluruh penghuni. Sehingga orang yang cerdas, adalah mereka yang mengarahkan hawa nafsu dan beramal untuk mempersiapkan kematian. Sementara orang yang bodoh, adalah mereka yang diperbudak hawa nafsu, berangan-angan mendapatkan pahala, serta mati-matian mengejar dunia siang dan malam dengan melupakan kehidupan akhirat.
Saat Nabi ditanya, “Ya rosul, siapakah orang mukmin yang paling cerdas? Nabi menjawab, “Mereka yang sering mengingat mati dan (tekun) mempersiapkan diri menghadapi kematian. Mereka pergi dengan kelegaan dunia dan kemuliaan akhirat.”
Salah seorang ulama mengatakan, siapa orang masuk liang kubur tanpa membawa amal banyak, maka seolah-olah ia mengarungi lautan tanpa perahu. Ia akan tenggelam diterpa badai.
Jadi, mengingat kematian haruslah menjadi bagian tak terpisahkan dari rangkaian waktu kehidupan yang dijalani. Mengingat kematian tidak hanya sekedar mengingat, namun harus diikuti dengan amalan yang terus menerus dan sungguh-sungguh. Amalan untuk mempersiapkan kehidupan abadi di akhirat, yang hanya memiliki dua tempat yakni kebahagiaan (surga) dan penderiaan (neraka).
Nabi bersabda “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian)”.
Dalam hadits lain nabi bersabda, ” Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: [1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, [2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, [3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, [4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, [5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.
Lalu, apa sajakah usaha yang bisa diperbuat agar senantiasa ingat terhadap kematian?. Berikut salah satu kiatnya.
#1. Sering Mengunjungi Orang Sakit
Saat mengunjungi orang sakit, selain memberikan doa agar diberikan ketabahan dalam menghadapi cobaan Alloh, juga harus mendapatkan pelajaran bahwa sakit atau kematian bisa saja datang kepada siapa saja yang Alloh kehendaki tanpa memandang orang, tempat dan waktu.
#2. Mengunjungi Orang Mati
Saat mengunjungi orang yang meninggal, selain mendoakan kepada jenazah dan keluarga yang ditinggalkan, juga harus menjadikan pelajaran atau nasehat bahwa kematian merupakan rahasian Alloh yang tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan datangnya kematian.
#3. Ziarah Kubur
Disunahkan menziarahi kubur, sebagai momentum untuk Mendoakan dan mengingat kematian.
#4. Memantapkan Iman Kepada Hari Akhir
#5. Mentadabburi Ayat-Ayat Alloh Terkait Adab Neraka dan Surga.
“Dikutip dari pengajian ba’da Shubuh, Sabtu, 21 Januari 2012, di Mesjid Darussalam Kota Wisata, Penceramah: Ust Muhammad Adam Lc”
Read more...

Mensucikan Jiwa dengan Sholat yang Khusyu'

0 komentar
Kaum muslimin jamaah sholat jumat yang dimuliakan Allah
Marilah kita senantisa berupaya sekuat tenaga untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Takwa dalam makna yang luas, dengan berusaha  menjalankan apa yang telah dituntunkan agama dan senantiasa meninggalkan apa yang menjadi larangan-larangan Allah. Berupaya selalu meningkatkan kualitas keimanan dengan meningkatkan kualitas ibadah yang ada, serta berupaya pula menjalankan ibadah-ibadah sunnah yang dicontohkan baginda Rosulullah saw.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِب  [الطلاق: 2، 3]
”Barang siapa  yang bertakwa kepada Allah, Allah akan membuka jalan keluar bagi segala urusannya. Dan memberikan rezeki kepadanya dari arah yang tiada ia sangkah.” ( Al-Tholaq : 2-3 )
Rosulullah saw bersabda dalam sebuah hadist Qudsi :
 وَمَنْ تَقَرَّبَ مِنِّى شِبْرًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ ذِرَاعًا وَمَنْ تَقَرَّبَ مِنِّى ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ بَاعًا وَمَنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
”Barang siapa yang mendekat kepadaKu (kata Allah) sejengkal aku akan mendekat kepadanya sehasta, barang siapa yang mendekat kepadaKu sehasta aku akan mendekat kepadanya sedepah. Barang yang datang  kepada-Ku dengan berjalan aku akan  datang kepadanya dengan berlari, barang siapa menemuiku dengan dengan .” (HR. Bukhori-Muslim)
Ma’asyirol Muslimin Hafizhokumullah.
Di tengah aktivitas kita sehari-hari yang sibuk dengan urusan keduniaan, di selah-selah itu juga kita isi dengan ibadah rutin berupa sholat lima waktu. Namun kadang ibadah itu hanya menjadi rutinitas wajib yang kita lakukan. Padahal sholat hendaklah menjadi yang utama, sedangkan rutinitas sehari-hari adalah tambahan belaka. Tujuan sholat yang kita lakukan adalah agar jiwa kita selalu bersih dan suci dari pengaruh-pengaruh atas rutinitas mengarah kepada hal negatif dan keji. Para Rosul ’alaihimusholatu wassalaam diutus kepada umat-umat manusia dari masa ke masa adalah untuk mengingatkan umat manusia kepada ayat-ayat Allah, mengajarkan hidayah-Nya dan mensucikan jiwa dengan  ajaran-Nya,  di dalam doa Nabi Ibrahim untuk anak cucunya surat Al-Baqoroh: 129
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
”Wahai  Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rosul dari kalangan mereka yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu  dan mengajarkan kepada mereka  al-Kitab dan himah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana,” (QS. Al-Baqoroh: 129)
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10)
”Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams: 9-10)
Penyucian hati dan jiwa hanya bisa dicapai melalui berbagai macam ibadah tertentu apabila dilaksanakan secara sempurna dan memadai. Pada saat itulah terwujud dalam hati sejumlah makna yang menjadikan jiwa tersucikan dan memiliki sejumlah dampak dan pengaruh  pada seluruh anggota badan seperti lisan, mata, telinga dan lainnya.  Diantara pengaruh ibadah tersebut adalah tertanamkan pemahaman tauhid yang benar, sifat ikhlas, sabar, syukur dan jujur kepada Allah dan cinta kepada-Nya, serta terhindarkan dari hal yang bertentangan dengan aturan Allah SWT. Dengan demikian jiwa menjadi tersucikan lalu hasil-hasilnya nampak pada terkendalinya anggota badan sesuai dengan perintah Allah dalam berhubungan dengan keluarga, tetangga dan masyarakat.
Kaum Muslimin sidang sholat jumat yang berbahagia.
Sarana terbesar dalam penyucian diri adalah sholat, dan pada waktu yang bersamaan sholat merupakan bukti dan ukuran dalam penyucian jiwa. Sholat merupakan sarana dalam berubudiyah kepada Allah, mewujudkan tauhid yang ikhlas dan syukur kepada Allah. Sholat adalah dzikir, gerakan berdiri, ruku, duduk dan sujud. Ia menegakkan ibadah dalam berbagai bentuk utama bagi kondisi fisik. Menegakkan sholat dapat memusnakan  bibit-bibit kesombongan dan pembangkangan  kepada Allah SWT, di samping merupakan pengakuan terhadap hak pengaturan sesungguhnya oleh zat yang maha kuasa. Menegakkan sholat secara sempurna juga akan dapat memusnakan bibit–bibit ‘ujub, bangga diri dan ghurur bahkan semua bentuk kemungkaran dan sifat-sifat yang keji. Allah berfirman:
وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ (45)
”Sesungguhnya sholat mencegah dari perbuatan kejian dan mungkar”.   (QS. Al-Ankabut: 45)
Sholat akan berfungsi sedemikian rupa apabila ditegakkan dengan semua rukun, sunnah dan adab zhohir maupun bathin yang harus direalisasikan oleh orang yang sholat. Diantara adab zhohir ialah menunaikannya secara sempurna dengan anggota badan, dan diantara adab bathin ialah khusyu’ dalam melaksanakanya. Khusyu’ ialah yang menjadikan sholat memiliki peran yang lebih besar dalam merealisasikan nilai-nilai dan sifat-sifat yang mulia.
Allah berfirman :
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2) 
”Sesungguhnya  beruntunglah orang-orang yang beriman yaitu orang–orang yang khusyu’ dalam sholatnya “(QS. Al-Mukminun: 1-2). 
Pentingnya kedudukan khusyu’ maka  ketidakberadaannya berarti rusaknya hati. Baik dan rusaknya hati tergantung kepada ada tidaknya khusyu’ ini. Rosulullah saw bersabda :
إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ، أَلا وَهِيَ الْقَلْبُ 
”Sesungguhnya dalam jasad ada suatu gumpalan; bila gumpalan ini baik maka baik pula seluruh jasad, dan apabila rusak maka rusak pula seluru jasad. Ketahuilah bahwa gumpalan itu adalah hati.” (Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim)
Seorang ulama yang banyak mengorbankan hidupnya untuk berdakwah di jalan Allah, Syeikh Said Hawwa suatu ketika menyampaikan: ”Sesungguhnya khusyu’ merupakan manifestasi tertinggi dari sehatnya hati, jika khusyu’ telah sirna maka berarti hati telah rusak. Bila khusyu’ tidak ada berarti hati telah didominasi berbagai penyakit yang berbahaya dan keadaan yang buruk. Bila hati telah didominasi berbagai penyakit maka telah  kehilangan kecenderungan kepada akhirat. Bila hati telah sampai  kepada  keadaan ini maka tidak ada lagi kebaikan bagi kaum muslimim. ”
Kaum Muslimin jamaah sholat jumat yang dimuliakan Allah
Sesungguhnya khusyu' berkaitan dengan pensucian  hati dari berbagai penyakit dan upaya merealisasikan kesehatannya. Masalah ini merupakan tema yg sangat luas sehingga para ulama memulainya dengan mengajarkan zikir dan hikmah kepada orang yang berjalan menuju Allah sehingga hatinya hidup. Bila hatinya telah hidup berarti mereka telah membersihkannya dari berbagai sifat yangg  tercelah dan menunjukkannya kepada sipat-sipat yang terpuji. Disinilah perlunya pembiasaan hati untuk khusyuk melalui kehadiran bersama Allah dan merenungkan berbagai nilai kehidupan. Khusyuk dalam sholat merupakan ukuran kekhusyukan hati, kekhusyukan seseorang dalam sholat menjadi tanda kekhusyukan hati seseorang.
Kaum Muslimin Hafizhokumullah
Allah berfirman :
 إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي (14) 
”Dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku”  (QS. Thoha: 14)
Lahiriyah perintah adalah wajib sedangkan lalai adalah lawan ingat. Siapa yang lalai dalam semua sholatnya maka bagaimana mungkin dia bisa mendirikan sholat untuk mengingat Allah SWT. Dalam sebuah hadist Rosulullah Saw bersabda: ”Sesungguhnya sholat itu ketetapan hati dan ketundukan diri”.
Selain sholat terdiri dari zikir, bacaan, rukuk, sujud, berdiri dan duduk, ia pun merupakan dialog dan munajat pada Allah. Bagian ini adalah batin, karena betapa mudahnya bagi orang yang lalai untuk mengerak-gerakkan lisannya, ia tidak menjadi ucapan bila tidak mengekpresikan apa yang di dalam hati, dan ia tidak menjadi  ekpresi jika tidak disertai dengan kehadiran hati.
Apa artinya permohonan dalam firman Allah:  اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ  ”Tunjukilah kami kejalan yang lurus”.  Jika hati  tetap lalai? Jika tidak dimaksudkan kerendahan hati dan doa, betapa mudahnya diucapkan lisan dengan hati yg lalai, terutama bila telah menjadi kebiasaan.
Kehadiran hati adalah ruh sholat. Batas minimal keberadaan ruh ini ialah kehadiran hati pada saat takbiratul ihram. Bila kurang dari batas minimal ini berarti kesiaan dan kelalaian. Semakin bertambah kehadiran hati semakin bertambah pula ruh tersebut dalam bagian-bagian sholat.  
Kaum muslimin jamaah sholat jumat yang dimuliakan Allah. 
Imam Ghozali Rahimahullah seperti yang disebutkan oleh Syeikh Said Hawa dalam kitab Al-Mustakhlash Fii Tazkiyatil Anfus merangkum makna-makna untuk menciptakan kekhusyukan ini dalam enam hal, yaitu: kehadiran hati, tafahhum, ta’zhim, haibah, rojaa’, dan haya’.
Pertama : Kehadiran hati, yang dimaksud menghadirkan hati adalah mengosongkan hati dari hal-hal yang tidak boleh mencampuri dan mengajaknya berbicara, sehingga pengetahuan tentang perbuatan senantiasa menyertainya dan pikirannya tidak berkeliaran kepada selainnya. Selagi pikiran tidak terpalingkan dari apa yang ditekuninya sedangkan hati masih tetap mengingat apa yang tengah dihadapainya dan tidak ada kelalaian dalamnya maka berarti telah tercapai kehadiran hati.
Kedua : Tafahhum atau kefahaman terhadap makna  pembicaraan, merupakan sesuatu di luar kehadiran hati. Bisa jadi hati hadir bersama lafadz atau bisa juga tidak. Peliputan hati terhadap pengetahuan tentang makna lafadz itulah yang dimaksudkan dengan kefahaman. Betapa banyak makna-makna yang halus yang difahami oleh orang yang tengah menunaikan sholat padahal tidak pernah terlintas di dalam hatinya sebelum itu?. Dari sinilah kemudian sholat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar, karena ia memahamkan banyak hal yang pada gilirannya dapat mencegah perbuatan maksiat.
Sedangkan yang ketiga adalah Ta’zhim atau rasa hormat juga merupakan perkara di luar kehadiaran hati dan kepahaman, sebab bisa jadi seseorang berbicara dengan budaknya dengan hati yang  penuh konsentrasi dan faham akan makna perkataanya tetapi tidak menaruh hormat kepadanya. Dengan demikian ta’zhim merupakan tambahan bagi kehadiran hati dan kefahaman.
Keempat adalah Haibah, ia merupakan rasa takut yang bersumber dari rasa hormat merupakan tambahan bagi ta’zhim, bahkan ia adalah ungkapan tentang rasa takut yang bersumber dari ta’zim karena  orang yang tidak takut  tidak bisa disebut ha’ib, rasa takut dari hewan berbisa seperti ular dan kalajengking atau keburukan perangai seseorang dan sejenisnya termasuk sebab-sebab yang rendah tidak bisa disebut rasa takut yang bersumber dari rasa hormat, sedangkan rasa takut dari orang yang dihormati disebut rasa takut yang bersumber dari rasa hormat

Yang kelima adalah Roja’ atau rasa harap, maka tidak diragukan lagi merupakan tambahan lain untuk menjadi khusyu'. Betapa banyak orang yang menghormati seorang pejabat atau penguasa tetapi tidak diharapkan rasa balasannya. Sedangkan seorang hamba dengan sholatnya mengharapkan ganjaran Allah sebagaimana ia  takut hukuman ketika melakukan pelanggaran.

Adapun yang keenam Haya’ adalah rasa malu merupakan tambahan bagi semua hal di atas, karena landasannya adalah perasaan selalu kurang sempurna dan selalu berbuat dosa dan salah.
Kaum muslimin jamaah sholat jumat yang dimuliakan Allah
Faktor penyebab kehadiran hati adalah Himmah atau perhatian utama, karena sesungguhnya hati mengikuti perhatian utama, sehingga ia tidak akan hadir kecuali mengikuti hal-hal yang menjadi perhatian utamanya. Bila ada sesuatu yang menjadi perhatian utama seseorang maka hati pasti akan hadir. Karena hati terbentuk dan terkondisikan dengan perhatian utama tersebut. Apabila hati tidak hadir dalam sholat maka ia tidak akan pasif begitu saja tetapi pasti akan berkeliaran mengikuti urusan dunia yang menjadi perhatian utamanya. Oleh karena itu, tidak ada kiat  dan terapi untuk menghadirkan hati kecuali dengan memalingkan perhatian utama kepada sholat. 
Sementara itu perhatian tidak akan terarahkan kepada sholat selagi belum jelas bahwa tujuan yang dicari tergantung kepadanya. Bila hal ini didukung oleh hakekat pengetahuan, keimanan dan pembenaran bahwa akherat lebih baik dan lebih kekal, dan bahwa sholat merupakan  sarana menuju ke sana. Bila hati tidak bisa hadir pada waktu munajat kepada Maha diraja yang di tanganNya segala kekuasaan, maka hal itu adalah kelemahan iman.
Sedangkan faktor penyebab timbulnya kefahaman, setelah kehadiran hati, ialah senantiasa berfikir dan mengarahkan pikiran untuk mengetahui makna, yaitu menghadirkan hati disertai konsentrasi berfikir dan menolak lintasan pikiran yang liar. Sedangkan cara menolak berbagai lintasan pikiran yang menyibukan itu ialah memotong berbagai hal yang menjadi bahan pikirannya, yakni membebaskan diri dari berbagai sebab-sebab yang membuat pikiran tertarik kepadanya. Bila hal ini yang menjadi bahan pikiran itu tidak dilenyapkan  maka pikirannya tidak akan terpalingkan dari padanya.
Kemudian ta’zhim atau rasa hormat merupakan keadaan hati yang lahir dari dua ma’rifat.
Pertama: Ma’rifat atau pengetahuan kita akan kemuliaan dan keagungan Allah yang merupakan salah satu dasar iman. Siapa yang tidak diyakini keagungannya maka jiwa tidak akan mengagungkannya.
Kedua: Ma’rifat atau mengetahui akan kehinaan diri dan statusnya sebagai hamba yang tidak memiliki kuasa apa-apa.
Dari kedua ma’rifat ini lahir rasa pasrah, tidak berdaya, tunduk dan khusyuk, kepada Allah yang diungkapkannya dengan pengagungan kepada Allah, selagi ma’rifat akan kehinaan diri tidak berpadu dengan ma’rifat akan kemuliaan Allah maka pengagungan kepada Allah dan khusyuk tidak akan terpadukan, karena orang yang merasa tidak memerlukan pihak lain dan merasa aman terhadap dirinya bisa saja ia mengetahui sifat-sifat keagungan tetapi kondisinya tidak mencerminkan khusyuk dan ta’zim, sebab syarat yang lain yaitu ma’rifat akan kehinaan dirinya tidak menyertainya.
Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah
Sedangkan haibah atau rasa takut yang bersumber dari rasa hormat  dan takut merupakan keadaan jiwa yang lahir dari ma’rifat akan kekuasaan Allah, hukuman-Nya, pengaruh kehendak-Nya. Semakin bertambah pengetahuan sesorang tentang Allah semakin bertambah haibah dan rasa takutnya kepada Allah.
Adapun faktor penyebab timbulnya roja’ atau rasa harap ialah kelembutan Allah, kedermawanan-Nya,  keluasan nikmat-Nya, keindahan ciptaan-Nya dan pengetahuan akan kebenaran janji-Nya,  khususnya janji sorga bagi orang yang sholat. Bila telah ada keyakinan kepada janji Allah dan pengetahuan akan kelembuatan-Nya maka pasti akan muncullah perasaan roja dan harap.
Kemudian haya' atau rasa malu akan muncul melalui perasaan serba kurang sempurna dalam beribadah dan ketidakmampuannya dalam menunaikan hak-hak Allah. Rasa malu ini akan semakin kuat dengan mengetahui kekurang ikhlasannya, keburukan batinnya dan kecenderungannya kepada perolehan dunia dalam semua amal perbuatannya. Disamping pengetahuannya akan segala konsekwensi kemulian Allah, dan bahwa Dia maha mengetahuai rahasia-rahasia dan lintasan hati sampai ke yang sekecil-kecilnya. Berbagai pengetahuan ini apabila benar-benar telah terwujudkan akan melahirkan suatu yang disebut haya’.
Itulah berbagai sebab dari sifat-sifat tersebut. Setiap sifat yang harus diwujudkan maka caranya adalah dengan mewujudkan sebab yang dapat memunculkannya. Ikatan semua sebab tersebut adalah keimanan dan keyakinan. Kekhusyukan hati sangat bergantung kepada ada tidaknya keyakinan.

وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
”Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya”. (Al-Anam : 132)
Apa yang diperoleh setiap orang dari sholatnya sesuai kadar rasa takut, khusyuk, dan ta’zhimnya, karena tempat penilaian Allah adalah hati. Semoga Allah mengaruniakan  kelembutan dan kedermawanan-Nya kepada kita dan memberikan kekhusyukan dalam ibadah kita. Amin ya Rabbal alamain.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِيِمْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
 Oleh: H. Zulhamdi M. Saad, Lc
Read more...

Suap (Risywah) Dalam Perspektif Islam

0 komentar
اَلْحَمْدُ للهِ الذِي أَسْبَغَ عَلَى عِبَادِهِ نِعَمَهُ وَعَطَايَاهُ، وَهَداهُمْ إِلَى الحَقِّ بِمَواعِظِهِ وَوَصَايَاهُ، قَالَ تَعَالَى : وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ بِمَا هُوَ لَهُ أَهْـلٌ مِنَ الحَمْـدِ وَأُثْنِي عَلَيْهِ، وَأَومِنُ بِهِ وَأَتَوكَّلُ عَلَيْهِ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْـلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، أَرْسَلَ رُسُلَهُ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ، وَهُدَاةً مُصلِحِينَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ، خَيْرُ مَنْ أَوصَى وَوَجَّهَ، وَأَرْشَدَ ونَبَّهَ، أَرْسَلَهُ رَبُّهُ بَشِيرًا وَنَذِيرًا، وَدَاعِيًا إِلَى اللهِ بإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحابِهِ أَجْمَعِينَ، وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أما بعد: فَيَا أَيُّهَا المُسْلِمُونَ اِتّقُوا اللهَ تَعَالَى فِي السّرِّ وَ اْلعِلَنِ ، يَا أَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُّو اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَ لَا تَمُوْتُنّ إِلّا وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. 

Hadirin sidang sholat jumat yang dimuliakan Allah
Alhamdulillah, limpahan nikmat yang Allah karuniakan kepada kita tak henti-hentinya kita rasakan, nikmat iman, nikmat sehat, nikmat keamanan, nikmat persaudaraan, nikmat kecukupan dan nikmat usia yang sampai hari ini Allah masih menghimpun kita bersama untuk melkasanakan ibadah sholat jumat, untuk itu marilah kita senantiasa memacu diri untuk menjaga kondisi keimanan  kita, meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah dengan penuh kesungguhan, terlebih di tengah kehidupan dan kondisi bangsa dan negara kita yang mengalami tantangan yang berat, yang membutuhkan pribadi-pribadi yang kokoh dan mampu bertahan dengan beratnya ujian akan sebuah kejujuran, sifat amanah dan bertanggung jawab terhadap pencipta-Nya dan masyarakat. Semoga Allah meneguhkan hati kita dalam keimanan, menjaga diri dan keluarga kita dari kerusakan dan bencana. Amiin ya rabbal 'alamiin.
Sholawat dan salam marilah kita sampaikan kepada baginda Rosulullah tercinta, Allahumma sholli wa sallim wa baarik 'ala Muhammadin wa 'ala ali Muhammad kamaa shollaita wa sallamta wa baarakta 'alaa Ibrahim wa 'alaa aali Ibrahim fil 'aalamina innaka hamidun majiid. Semoga syafaat beliau dapat kita raih di akhirat kelak, amiin ya rabbal alamin.
Hadirin yang jamaah sholat jumat yang dirahmati Allah
Kita tentunya banyak dan sering mengikuti perkembangan bangsa kita Indonesia, baik dari media cetak maupun elektonik, berita-berita di televisi, radio dan internet yang tak pernah sepi dari membahas permasalahan-permasalahan bangsa yang tak kunjung selesai sampai saat ini, permasalahan berupa kasus korupsi, suap, menyalahgunakan wewenang menjadi topik hangat yang sering didiskusikan, dibahas dan diberitakan; larinya tahanan dan para koruptor keluar dari penjara dengan menikmati hiburan bahkan jalan-jalan keluar negeri dengan menyuap pejabat yang berwenang tampaknya suatu hal yang biasa dan ringan. Apakah suap atau risywah dalam istilah Islam adalah suatu hal yang kecil ataukah sebaliknya, yaitu termasuk dosa besar dan pelakunya mendapatkan siksa yang berat di akhirat kelak?.
Hadirin yang dimuliakan Allah
Dalam kesempatan jumat kali ini, khatib akan membahas tema penting, untuk kembali menyegarkan pemahaman kita tentang risywah atau suap di dalam Islam. Kata Risywah menurut bahasa dalam kamus Al-Mishbahul Munir dan Kitab Al-Muhalla ibnu Hazm yaitu: "pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan kehendaknya." Atau pengertian risywah menurut Kitab Lisanul 'Arab dan Mu'jamul Washith yaitu: "pemberian yang diberikan kepada seseorang agar mendapatkan kepentingan tertentu". Maka berdasarkan definisi tersebut, suatu yang dinamakan risywah adalah jika mengandung unsur pemberian atau athiyah, ada niat untuk menarik simpati orang lain atau istimalah, serta bertujuan untuk membatalkan yang benar (Ibtholul haq), merealisasikan kebathilan (ihqoqul bathil), mencari keberpihakan yang tidak dibenarkan (almahsubiyah bighoiri haq) , mendapat kepentingan yang bukan menjadi haknya (al hushul 'alal manafi') dan memenangkan perkaranya atau al hukmu lahu.
Hadirin sidang sholat jumat yang berbahagia
Bagaimanakah hukum risywah dalam Islam? Beberapa nash di dalam Al-Quran dan Sabda Rosulullah mengisyaratkan bahkan menegaskan bahwa Risywah suatu yang diharamkan di dalam syariat, bahkan termasuk dosa besar, Allah Swt berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Dan janganlah kamu memakan harta sebagian dari kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqoroh: 188)
Kemudian firman Allah:
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ
"Mereka itu adalah orang-orang yang suka  mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram" (QS. Al-Maidah; 42)
Iman Al-Hasan dan Said bin Jubair mengomentari ayat ini dengan mengatakan bahwa ma'na "akkaluuna lisshuht" yaitu risywah, karena risywah identik dengan memakan harta yang diharamkan Allah.
Di dalam hadits disebutkan:
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال : لعن رسول الله صلى الله عليه و سلم الراشي و المرتشي
 هذا حديث صحيح الإسناد
Dari Abdullah bin Umar ra berkata, "Rosulullah melaknat bagi penyuap dan yang menerima suap."  (HR. Al-Khamsah dishohihkan oleh at-Tirmidzi)
وعن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : "كل لحم نبت بالسحت فالنار أولى به " قالوا : يا رسول الله ؛ وما السحت ؟ قال : "الرشوة في الحكم" . قال عمر بن الخطاب رضي الله عنه : رشوة الحاكم من السحت وعن ابن مسعود أيضا أنه قال : السحت أن يقضي الرجل لأخيه حاجة فيهدي إليه هدية فيقبلها.
"Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram (ashuht), nerakalah yang paling layak untuknya. Sahabat bertanya: "Wahai Rosulullah, apa barang haram yang di maksud itu?". Rosulullah bersabda: "Suap dalam perkara hukum." (Tafsir Al-Quthubi, tafsir surat Al-Maidah ayat: 42)
Umar bin Khatthab berkata: menyuap hakim adalah dari perkara shuht. Ibnu Mas'ud berkata: "Perbuatan Shuht adalah seseorang menyelesaikan hajat saudaranya maka orang tersebut memberikan hadiah kepadanya lalu dia menerimanya."
Hadirin sidang sholat jumat yang dimuliakan Allah
Dari uraian ayat-ayat dan hadits di atas, jelaslah bahwa suap merupakan perkara yang diharamkan oleh Islam, baik memberi ataupun menerimanya sama-sama diharamkan di dalam syariat. Namun ada pengecualian yang menurut mayoritas ulama memperbolehkan penyuapan yang dilakukan oleh sesorang untuk mendapatkan haknya, karena dia dalam kondisi yang benar dan mencegah kezholiman terhadap orang lain, dalam hal ini dosanya tetap ditanggung oleh yang menerima suap. (Hal ini dapat dilihat lebih mendalam dalam kitab Kasyful Qina' 6/304) Nihayatul Muhtaj 8/ 243, AlQurthubi 6/183, Al-Muhalla 8/118, Matholib ulin Nuha, dalam bab-bab yang membahas tentang suap dan memakan harta haram).
Dalam permasalahan ini Imam Abu Hanifah membagi pengertian risywah ini ke dalam 4 hal:
Pertama, memberikan sesuatu untuk mendapatkan pangkat dan kedudukan ataupun jabatan, maka hukumnya adalah haram bagi pemberi maupun penerima.
Kedua, memberikan sesuatu kepada hakim agar bisa memenagkan perkaranya, hukumnya adalah haram bagi penyuap dan yang disuap, walaupun keputusan tersebut adalah benar, karena hal itu adalah sudah menjadi tugas seorang hakim dan kewajibannya.
Ketiga, memberikan sesuatu agar mendapat perlakuan yang sama di hadapan penguasa dengan tujuan mencegah kemudharatan dan meraih kemaslahatan, hukumnya haram bagi yang dsuap saja. Al-Hasan mengomentari sabda Nabi yang berbunyi, Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan disuap" dengan berkata, "jika ditujukan untuk membenarkan yang salah dan menyelahkan yang benar. Adapun jika seseorang memberikan hartanya selama untuk melindungi kehormatannya maka hal itu tidak apa-apa".  
Keempat, memberikan sesuatu kepada seseorang yang tidak bertugas di pengadilan atau instansi tertentu agar bisa menolongnya dalam mendapatkan haknya di pengadilan atau pada instansi tersebut, maka hukumnya halal bagi keduanya, baik pemberi dan penerima, karena hal tersebut sebagai upah atas tenaga dan potensi yang dikeluarkan nya. Tapi Ibnu Mas'ud dan Masyruq lebih cenderung bahwa pemberian tersebut termasuk juga suap yang dilarang, karena orang tersebut memang harus membantunya agar tidak terzholimi, sebagaimana firman Allah:
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
"Dan janganlah sekali-kali karena kebencianmu kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorong kamu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha berat siksanya." (dari kitab Mau'shuah Fiqhiyah dan Tafsir ayat ahkam Lil Jashosh)
Kaum muslimin yang dirahmati Allah
Maka bila dilihat dari sisi esensi risywah yaitu pemberian (athiyyah), maka ada beberapa istilah dalam Islam yang memiliki keserupaan dengannya, di antara hal tersebut adalah:
Pertama: Hadiah, yaitu pemberian yang diberikan kepada seseorang sebagai penghargaan atau ala sabilil ikram. Perbedaannya dengan risywah adalah, jika risywah diberikan dengan tujuan untuk mendapatkan apa yang diinginkan, sedangkan hadiah diberikan dengan tulus sebagai penghargaan dan rasa kasih sayang.
Kedua: Hibah, yaitu pemberian yang diberikan kepada seseorang dengan tanpa mengharapkan imbalan dan tujuan tertentu. Perbedaannya dengan risywah adalah bahwa Ar-Raasyi yaitu pemberi suap memberikan sesuatu karena ada tujuan dan kepentingan tertentu, sedangkan Al-Waahib atau pemberi hibah memberikan sesuatu tanpa tujuan dan kepentingan tertentu.
Ketiga: Shadaqoh, yaitu pemberian yang diberikan kepada seseorang karena mengharapkan keridhoaan dan pahala dari Allah Swt. Seperti halnya zakat ataupun infaq. Perbedaannya dengan risywah adalah bahwa seseorang yang bersedekah ia memberikan sesuatu hanya karena mengharapkan pahala dan keridhoaan Allah semata tanpa unsur keduniawian yang dia harapkan dari pemberian tersebut.
Lalu bagaimanakan jika pemberian hadiah atau hibah tersebut diberikan oleh seseorang kepada pejabat pemerintah atau penguasa, ataupun hakim, maka dalam hal ini Imam Bukhori meriwayatkan hadits dari Abu Humaid As-saidi dalam hadits yang masyhur dengan istilah Hadits Ibnul Utbiyah sebagai berikut:
حدثنا عبد الله بن محمد قال حدثنا سفيان عن الزهري عن عروة بن الزبير عن أبي حميد الساعدي رضي الله تعالى عنه قال استعمل النبي رجلا من الأزد يقال له ابن الأتبية على الصدقة فلما قدم قال هذا لكم وهذا أهدي لي قال فهلا جلس في بيت أبيه أو بيت أمه فينظر أيهدي له أم لا والذي نفسي بيده لا يأخذ أحد منه شيئا إلا جاء به يوم القيامة يحمله على رقبته إن كان بعيرا له رغاء أو بقرة لها خوار أو شاة تيعر ثم رفع بيده حتى رأينا عفرة إبطيه أللهم هل بلغت أللهم هل بلغت ثلاثا
Dari Abi Humaid As Sa'idi ra berkta Nabi saw mengangkat seseorang dari suku Azdy bernama Ibnu Al-Utbiyyah untuk mengurusi zakat, tatkala ia datang kepada Rosulullah, ia berkata: Ini untuk anda dan ini dihadiahkan untuk saya. Rosulullah bersabda, " Kenapa ia tidak duduk saja di rumah ayahnya aatau ibunya, lantas melihat apakah ia akan diberi hadiah atau tidak. Demi Zat yang jiwaku berada ditangan-Nya tidaklah seseorang mengambilnya darinya sesuatupun kecuali ia datang pada hari kiamat dengan memikulnya di lehernya, kalau unta atau sapi atau kambing semua akan bersuara dengan suaranya, kemudian Rosulullah mengangkat tangannya sampai kelihatan ketiaknya lantas bersabda, Ya Allah tidaklah kecuali telah aku sampaikan, sungguh telah aku sampaikan, sungguh telah aku sampaikan. (HR. Bukhori)
Hadirin sidang sholat jumat yang berbahagia
Risywah hukumnya tetap haram walaupun menggunakan istilah hadiah, hibah atau tanda terima kasih dan lain-lain, sebagaimana hadits di atas. Oleh karena itu, setiap perolehan apa saja di luar gaji dan dana resmi dan legal yang terkait dengan jabatan  atau pekerjaan merupakan harta ghulul atau korupsi yang hukumnya tidak halal meskipun itu atas nama 'hadiah' dan tanda 'terima kasih' akan tetapi dalam konteks dan perspektif  syariat Islam bukan merupakan hadiah tetapi dikategorikan sebagai 'risywah' atau syibhu risywah yaitu semi suap, atau juga risywah masturoh yaitu suap terselubung dan sebagainya.
Para ulama berpendapat, bahwa segala sesuatu yang dihasilkan dengan cara yang tidak halal seperti risywah maka harus dikembalikan kepada pemiliknya jika pemiliknya diketahui, atau kepada ahli warisnya jika pemiliknya sudah meninggal, jika pemiliknya tidak diketahui maka harus dikembalikan kepada baitul maal, atau dikembalikan kepada negara jika itu dari uang negara dalam hal ini adalah uang rakyat, atau digunakan untuk kepentingan umum. Sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terkait dengan orang yang bertaubat setelah mengambil harta orang lain secara tidak benar, sebagaiamna ungkapannya: "jika pemiliknya diketahui maka diserahkan kepada pemiliknya, jika tidak diketahui maka diserahkan untuk kepentingan umat islam."
Seorang muslim yang baik dan sholih harus berusaha untuk menjauhkan diri dari harta yang haram, tidak menerima dan tidak memakannya. Jika terpaksa dan telah menerimanya serta tidak dapat mengelak darinya maka hendaklah harta tersebut tidak dipergunakan untuk keperluan pribadi dan keluarganya khususnya terkait dengan kebutuhan makanan. Namun hendaklah harta tersebut dipergunakan untuk keperluan sosial dan kepentingan sarana umum, seperti jalan raya, jembatan dll.
Rosulullah bersabda:
عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : يا أيها الناس إن الله عز و جل طيب لا يقبل إلا طيبا و إن الله عز و جل أمر المؤمنين بما به المرسلين فقال : يا أيها الرسل كلوا من الطيبات ، و قال : يا أيها الذين آمنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم ، ثم ذكر الرجل يطيل السفر أشعث أغبر يمد يده إلى السماء يا رب ! يا رب ! و مطعمه حرام و مشربه حرام و ملبسه حرام و غذي بالحرام فأنى يستجاب له ( أخرجه مسلم)

"Wahai manusia, sesungguhnya Allah azza wajalla adalah Dzat yang Baik dan tidak menerima kecuali sesuatu yang baik, dan Allah memerintahkan kaum muslimin sebagaimana memerintakan kepada para nabi, "Wahai Rosul-rosul makanlah dari yang baik-baik" dan firman-Nya, "Wahai orang-orang yang beriman makanlah dari yang baik-baik yang kami rezekikan kepadamu." Kemudian Rosulullah menyebutkan bahwa sesorang yang melakukan perjalanan panjang, rambutnya kusut, dan berdebu menengadakan keduabelah tangannya ke langit sambil berdoa; wahai Rabb, wahai Tuhan, sedangkan makanannnya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimana mungkin dikabulkan doanya. (HR. Muslim)
Semoga Allah melindungi kita dan menjaga keluarga kita dari perbuatan dan harta-harta yang diharamkan oleh-Nya. Amiin, amiin ya rabbal 'alamiin.
بلرك الله لي ولكم في القرآن الكريم و نفعني و إياكم بما فيه من الأيات و الذكر الحكيم ، أقول قولي هذا و استغفر الله العظيم لي و لكم فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.
Oleh Zulhamdi M. Saad, Lc
Read more...